Kamis, 30 September 2010

Biogeokimia


Daur Biogeokimia

Definisi
Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.
Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan (geofisik) sehingga disebut Daur Biogeokimia.

Fungsi
Fungsi Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.
Meskipun ekosistem menerima masukan energi matahari yang pada prinsipnya tidak akan habis, unsur kimia hanya tersedia dalam jumlah terbatas. (Meteorit yang kadang-kadang menubruk Bumi adalah satu-satunya sumber materi dari luar Bumi.) Dengan demikian kehidupan di Bumi bergantung pada siklus ulang (daur ulang) unsur-unsur kimia yang penting. Bahkan ketika suatu individu organisme masih hidup, banyak persediaan zat kimianya berputar secara terus-menerus, ketika nutrien diserap dan hasil buangan dilepaskan. Pada saat suatu organisme mati, atom-atom yang terdapat dalam molekul kompleks organisme tersebut dikembalikan sebagai senyawa-senyawa yang lebih sederhana ke atmosfer, air, atau tanah melalui penguraian oleh bakteri dan fungi. Penguraian ini melengkapi kumpulan nutrien anorganik yang digunakan oleh tumbuhan dan organisme autotrof lainnya untuk membentuk suatu bahan organik baru. Karena perputaran nutrien melibatkan komponen biotik dan abiotik suatu ekosistem, perputaran itu juga disebut siklus biogeokimia (biogeochemical cycle).
Lintasan spesifik suatu bahan kimia melalui suatu siklus biogeokimia bervariasi menurut unsur yang dimaksud dan pada struktur tropik suatu ekosistem. Akan tetapi kita dapat mengenali dua kategori umum siklus biogeokimia. Bentuk gas dari unsur karbon, oksigen, sulfur, dan nitrogen, ditemukan dalam atmosfer, dan siklus unsur-unsur ini pada dasarnya adalah global. Sebagai contoh, sejumlah atom karbon dan oksigen yang diperoleh tumbuhan dari udara sebagai CO2, kemungkinan telah dilepaskan ke atmosfer melalui respirasi seekor hewan yang berada tidak jauh dari tumbuhan tersebut. Unsur lain yang kurang aktif dalam lingkungan, yang meliputi fosfor, kalium, kalsium, dan unsure-unsur yang ada dalam jumlah kecil, umumnya bersiklus dalam skala yang lebih lokal, paling tidak dalam jangka waktu yang pendek. Tanah adalah reservoir abiotik utama unsur-unsur tersebut, yang diserap oleh akar tumbuhan dan akhirnya dikembalikanke tanah oleh pengurai, umumnya di sekitar lokasi yang sama. Model umum siklus nutrient yang menunjukkan reservoir atau kompartemen utama unsur-unsur dan proses yang mentransfer unsur-unsur diantara reservoir- reservoir.

Sebagian besar nutrien terakumulasi dalam empat reservoir, yang masing-masing ditentukan oleh dua karakteristik, apakah reservoir itu mengandung bahan organik atau anorganik, dan apakah bahan-bahan (materi) tersedia secara langsung atau tidak langsung untuk digunakan oleh organisme. Satu kompartemen bahan organik terdiri dari organisme hidup itu sendiri dan detritus, nutrien ini tersedia bagi organisme lain ketika konsumen itu saling memakan satu sama lain dan ketika detritivora mengkonsumsi bahan organik tak hidup. Kompartemen organik kedua termasuk deposit organisme-organisme yang suatu waktu pernah hidup (batu bara, minyak, dan gambut) yang "terfosilkan", di mana nutrien tidak dapat diasimilasi secara langsung. Bahan-bahan dipindahkan dari kompartemen organik hidup ke kompartemen organik yang terfosilkan pada masa silam, ketika organisme itu mati dan terkubur oleh sedimentasi selama jutaan tahun untuk menjadi batu bara dan minyak.
Nutrien juga ditemukan dalam dua kompartemen anorganik, yang satu adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien tersebut tersedia untuk digunakan oleh organisme dan satu lagi adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien tersebut tidak tersedia untuk digunakan oleh organisme lain. Kompartemen anorganik yang tersedia meliputi zat-zat (unsur dan senyawa) yang larut dalam air atau terdapat di tanah atau udara. Organisme mengasimilasi bahan-bahan dari kompartemen itu secara langsung dan mengembalikan nutrien ke dalamnya melalui proses respirasi, ekskresi, dan dekomposisi (penguraian) yang cukup cepat. Unsur-unsur pada kompartemen anorganik yang tidak tersedia terikat dalam bebatuan. Meskipun organisme tidak dapat masuk ke dalam kompartemen ini secara langsung, nutrien secara perlahanlahan akan menjadi tersedia untuk digunakan melalui pelapukan dan erosi. Dengan cara serupa, bahan-bahan organik yang tidak tersedia berpindah ke dalam kompartemen nutrien anorganik yang tersedia melalui erosi atau ketika bahan bakar fosil dibakar dan unsur-unsurnya menjadi uap.
Menjelaskan siklus biogeokimia dalam teori umum jauh lebih sederhana dibandingkan dengan secara nyata melacak unsur-unsur melalui siklus ini. Ekosistem-ekosistem tidak saja sangat kompleks, tetapi umumnya juga mempertukarkan paling tidak sebagian zat-zatnya dengan wilayah lain.. Bahkan dalam kolam sekalipun, yang memiliki perbatasan yang jelas, terdapat beberapa proses yang menambahkan dan mengeluarkan nutrien pokok pada ekosistem itu.
Mineral yang terlarut dalam air hujan atau yang mengalir dari lahan di sebelahnya akan menambah mineral ke dalam kolam tersebut, seperti halnya serbuk sari yang kaya nutrien, daun-yang berguguran, dan bahan-bahan lain yang terkandung di udara. Selain itu, tentunya, terdapat siklus karbon, oksigen, dan nitrogen antara kolam tersebut dan atmosfer. Burung bisa memakan ikan atau larva akuatik serangga, yang mendapatkan persediaan nutriennya dari kolam tersebut, dan sejumlah nutrien tersebut kemudian bisa diekskresikan (dikeluarkan) di darat yang jauh dari daerah drainase kolam tersebut. Melacak aliran masuk dan aliran keluar padai ekosistem terestrial yang kurang jelas bahkan lebih sulit lagi batas-batasnya. Namun demikian, para ahli ekologi telah membentuk skema umum untuk siklus kimia pada beberapa ekosistem, seringkali dengan menambahkan sejumlah kecil perunut (tracer) radioaktif yang membuat peneliti bisa mengikuti unsur kimia melalui berbagai komponen biotik dan abiotikekosistem tersebut.
Macam-macam Daur Biogeokimia
·         Daur Karbon dan Oksigen
·         Daur Air
·         Daur Nitrogen  
·         Daur Posfor
·         Daur Belerang

Siklus Nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur kimia utama lain dalam ekosistem. Nitrogen ditemukan pada semua asam amino, yang merupakan penyusun protein organisme-organisme. Nitrogen tersedia bagi tumbuhan hanya dalam bentuk mineral: NH4+ (amonium) dan N03- (nitrat). Meskipun atmosfer Bumi hampir 80%-nya terdiri atas nitrogen, unsur ini sebagian besar terdapat dalam bentuk gas nitrogen (N2, yang tidak tersedia bagi tumbuhan).
Nitrogen memasuki ekosistem melalui dua jalur alamiah, yang keutamaan relatifnya sangat bervariasi dari satu ekosistem ke ekosistem yang lain. Yang pertama, deposit pada atmosfer, merupakan sekitar 5% sampai 10% dari nitrogen yang dapat digunakan, yang memasuki sebagian besar ekosistem. Dalam proses ini, NH4+ dan N03- , kedua bentuk nitrogen yang tersedia bagi tumbuhan, ditambahkan ke tanah melalui kelarutannya dalam air hujan atau melalui pengendapan debu-debu halus atau butiran-butiran lainnya. Beberapa tumbuhan, seperti bromeliad epifit yang ditemukan pada kanopi hutan hujan tropis, memiliki akar udara yang dapat mengambil NH4+ dan N03-, secara langsung dari atmosfer.
Jalur lain untuk masuknya nitrogen ke ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen (nitrogen fixation). Hanya prokariota tertentu yang dapat memfiksasi nitrogen yaitu, mengubah N2 menjadi mineral yang dapat digunakan untuk mensintesis senyawa organik bernitrogeti seperti asam amino. Sesungguhnya, prokariota merupakan mata rantai yang penting pada beberapa titik dalam siklus nitrogen.
Nitrogen difiksasi dalam ekosistem terestrial oleh bakteri tanah yang hidup bebas (nonsimbiotik) clan juga oleh bakteri simbiotik (Rhizobium) dalam nodul akar legum dan tumbuhan tertentu lainnya. Beberapa sianobakteri memfiksasi nitrogen dalam ekosistem akuatik. Organisme yang memfiksasi nitrogen, tentunya sedang memenuhi kebutuhan metaboliknya sendiri, tetapi kelebihan amonia yang dibebaskan oleh organisme tersebut menjadi tersedia bagi organisme lain. Selain dari sumber alami nitrogen yang dapat digunakan ini, fiksasi nitrogen secara industri dapat digunakan untuk pembuatan pupuk, yang sekarang ini memberikan sumbangan utama dalam pool mineral bernitrogen dalam ekosistem terestrial dan akuatik.

Produk langsung fiksasi nitrogen adalah amonia (NH3). Akan tetapi, paling tidak sebagian besar tanah menjadi sedikit bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke dalam tanah akan menangkap sebuah ion hidrogen (H+) untuk membentuk amonium, NH4+, yang dapat digunakan secara langsung oleh tumbuhan. NH3 adalah gas, sehingga dapat menguap kembali ke atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7. NH3 yang hilang dari tanah ini kemudian dapat membentuk NH4+ di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+ dalam curah hujan berkorelasi dengan pH tanah dalam kisaran wilayah yang luas. Pendaurulangan nitrogen secara lokal melalui pengendapan atmosfer ini bisa sangat jelas di daerah pertanian, di mana baik pemupukan nitrogen dan kapur (suatu basa yang menurunkan keasaman tanah) digunakan secara luas.
Meskipun tumbuhan dapat menggunakan amonium secara langsung, sebagian besar amonium dalam tanah digunakanoleh bakteri aerob tertentu sebagai sumber energi; aktivitasnya mengoksidasi amonium menjadi nitrit (N02-) dan kemudian menjadi nitrat (N03-), suatu proses yang disebut nitrifikasi. Nitrat yang dibebaskan dari bakteri ini kemudian dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan diubah menjadi bentuk organik, seperti asam amino dan protein. Hewan hanya dapat mengasimilasikan nitrogen organik, dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Beberapa bakteri dapat memperoleh oksigen yang mereka perlukan untuk metabolisme dari nitrat bukan dari O2, dengan kondisi anaerob. Sebagai akibat dari proses denitrifikasi ini, beberapa nitrat diubah kembali menjadi N2, yang kembali ke atmosfer. Perombakan dan penguraian nitrogen organik kembali ke amonium, merupakan suatu proses yang disebut amorlifikasi, yang sebagian besar dilakukan oleh bakteri dan fungi pengurai. Proses ini akan mendaur ulang sejumlah besar nitrogen ke dalam tanah.
Secara keseluruhan, sebagian besar siklus bernitrogen dalam sistem alamiah melibatkan senyawa bernitrogen dalam tanah dan air, bukan N2 atmosfer. Meskipun fiksasi nitrogen penung dalam pembentukan pool nitrogen yang tersedia, fiksasi nitrogen hanya menyumbangkan sebagian kecil dari nitrogen yang diasimilasikan setiap tahun oleh total vegetasi. Namun demikian, banyak spesies umum tumbuhan bergantung pada asosiasi mereka dengan bakteri pemfiksasi nitrogen untuk menyediakan nutrien yang esensial tersebut dalam bentuk yang dapat mereka asimilasikan. Jumlah N2 yang kembali ke atmosfer melalui denitrifikasi juga relatif kecil. Pokok yang penting adalah bahwa meskipun pertukaran nitrogen antara tanah dan atmosfer sangat berarti dalam jangka panjang, sebagian besar nitlogen pada sebagian besar ekosistem didaur ulang secara lokal melalui penguraian dan reasimilasi.

Siklus Fosfor
Organisme memerlukan fosfor sebagai bahan penyusun utama asam nukleat, fosfolipid, ATP dan pembawa energi lainnya, serta sebagai salah satu mineral penyusun tulang dan gigi. Dalam beberapa hal, siklus fosfor lebih sederhana dibandingkan dengan siklus karbon atau siklus nitrogen. Siklus fosfor tidak meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak ada gas yang mellgandung fosfor secara signifikan. Selain itu, fosfor hanya ditemukan dalam satu bentuk anorganik penting, fosfat (P043-), yang diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik. Pelapukan bebatuan secara perlahan-lahan menambah fosfat ke dalam tanah.
daur-fosfor

Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor dipindahkan ke konsumen dalam bentuk organik, dan ditambahkan kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat tersebut oleh hewan dan oleh kerja pengurai bakteri dan fungi pengurai pada derritus. Humus dan partikel tanah mengikat fosfat, sedemikian rupa sehingga siklus fosfor cenderung menjadi cukup terlokalisir dalam ekosistem. Akan tetapi, fosfor benar-benar tergelontor ke dalam badan air, yang secara perlahan-lahan mengalir dari ekosistem terestrial ke laut.
Erosi hebat dapat mempercepat pengurasan fosfat, tetapi pelapukan bebatuan umumnya sejalan dengan hilangnya fosfat. Fosfat yang mencapai lautan secara perlahan- lahan terkumpul dalam endapan, kemudian tergabung ke dalam batuan, yang kemudian dapat menjadi bagian dari ekosistem terestrial sebagai akibat proses geologis yang meningkatkan dasar laut atau menurunkan permukaan laut pada suatu lokasi tertentu.
Dengan demikian, sebagian besar fosfat bersiklus ulang secara lokal di antara tanah, tumbuhan, dan konsumen atas dasar skala waktu ekologis, sementara suatu siklus sedimentasi secara bersamaan mengeluarkan dan memulihkan fosfor terestrial selama wakti! geologis. Pola umum yang sama berlaku juga bagi nutrien lain yang tidak memiliki bentuk yang terdapat di atmosfer.
Dalam suatu ekosistem akuatik yang belum secara serius diubah oleh aktivitas manusia, rendahnya fosfat terlarut sering kali membatasi produktivitas primer. Akan tetapi, pada banyak kasus, kelebihan (bukan keterbatasan) fosfat adalah permasalahan juga. Penambahan fosfat dalam bentuk limbah kotoran cair dan aliran permukaan dari ladang pertanian yang dipupuk merangsang pertumbuhan alga dalam ekosistem akuatik, yang seringkali memiliki akibat negatif, seperti eutrofikasi.
Laju di mana nutrien bersiklus dalam ekosistem yang berbeda-beda sungguh sangat beragam, yang sebagian besar disebabkan oleh perbedaan dalam laju penguraian. Dalam hutan hujan tropis, sebagian besar bahan organik mengalami penguraian dalam tempo beberapa bulan sampai beberapa tahun, sementara pada hutan beriklim sedang, penguraian berlangsung dalam tempo rata-rata 4 sampai 6 tahun.
Di daerah tundra, penguraian membutuhkan waktu sampai 50 tahun, dan dalam suatu ekosistem akuatik, di mana sebagian besar penguraian terjadi di dasar lumpur anaerob, proses itu bahkan bisa terjadi lebih lambat lagi. Suhu dan ketersediaan air serta O2, mempengaruhi seluruh laju penguraian, dan demikian juga waktu siklus nutrien. Faktor lain yang dapat mempengaruhi siklus nutrien adalah keadaan kimiawi tanah lokal dan frekuensi peristiwa kebakaran. Di beberapa bagian hutan hujan tropis, nutrien pokok seperti fosfor ditemukan dalam tanah pada kedalaman jauh di bawah kedalaman khas suaru hutan temperat. Pertama kali hal ini mungkin terlihat sebagai suatu paradoks, karena hutan tropis umumnya memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Kunci untuk memecahkan teka-teki ini adalah penguraian yang cepat di daerah tropis yang disebabkan oleh suhu yang hangat dan presipitasi yang berlimpah. Selain itu, biomassa yang sangat besar dalam hutan tersebut menyebabkan adanya kebutuhan yang tinggi akan nutrien, yang diserap hampir secepat pembentukan nutrien tersebut melalui penguraian. Sebagai akibat penguraian yang cepat, relatif sedikit bahan organik yang terakumulasi sebagai lapisan daun pada bagian dasar hutan hujan tropis, sekitar 75% nutrien dalam ekosistem ditemukan dalam batang pohon yang berkayu, dan sekitar 10% terkandung dalam tanah. Konsentrasi beberapa nutrien yang relatif rendah dalam tanah hutan hujan tropis disebabkan oleh waktu siklus yang cepat, bukan akibat kelangkaan unsur-unsur ini secara keseluruhan dalam ekosistem.
Dalam hutan temperate, di mana penguraian jauh lebih lambat, tanah bisa mengandung 50% dari semua bahan organik dalam ekosistem tersebut. Nutrien yang ditemukan dalam detritus hutan temperat dan dalam tanah bisa tetap berada di sana, selama periode waktu yang cukup lama sebelum diasimilasikan oleh tumbuhan. Dalam suatu ekosistem akuatik, sedimen dasar sebanding dengan lapisan detritus dalam ekosistem terestrial, namun berbeda dalam hal laju penguraian yang sangat lambat dan fakta bahwa alga dan tumbuhan akuatik umumnya mengasimilasikai nutrien secara langsung dari air. Dengan demikian, sedimen seringkali merupakan suatu buangan nutrien, dan ekosisten akuatik hanya dapat sangat produktif jika di sana terdapat pertukaran antara lapisan dasar air dengan lapisan permukaan.

Daur Belerang (Sulfur)
Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.
Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).

Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti Thiobacillus.













DAFTAR PUSTAKA

Heddy, Suasono dan Metikurniati, 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Malang : Raja Grafindo Persada.
Mc Naugthon, S.J dan Larry L. Wolf .1998. Ekologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002 (Hal 125-132)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar