Kamis, 30 September 2010

Biogeokimia


Daur Biogeokimia

Definisi
Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.
Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan (geofisik) sehingga disebut Daur Biogeokimia.

Fungsi
Fungsi Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.
Meskipun ekosistem menerima masukan energi matahari yang pada prinsipnya tidak akan habis, unsur kimia hanya tersedia dalam jumlah terbatas. (Meteorit yang kadang-kadang menubruk Bumi adalah satu-satunya sumber materi dari luar Bumi.) Dengan demikian kehidupan di Bumi bergantung pada siklus ulang (daur ulang) unsur-unsur kimia yang penting. Bahkan ketika suatu individu organisme masih hidup, banyak persediaan zat kimianya berputar secara terus-menerus, ketika nutrien diserap dan hasil buangan dilepaskan. Pada saat suatu organisme mati, atom-atom yang terdapat dalam molekul kompleks organisme tersebut dikembalikan sebagai senyawa-senyawa yang lebih sederhana ke atmosfer, air, atau tanah melalui penguraian oleh bakteri dan fungi. Penguraian ini melengkapi kumpulan nutrien anorganik yang digunakan oleh tumbuhan dan organisme autotrof lainnya untuk membentuk suatu bahan organik baru. Karena perputaran nutrien melibatkan komponen biotik dan abiotik suatu ekosistem, perputaran itu juga disebut siklus biogeokimia (biogeochemical cycle).
Lintasan spesifik suatu bahan kimia melalui suatu siklus biogeokimia bervariasi menurut unsur yang dimaksud dan pada struktur tropik suatu ekosistem. Akan tetapi kita dapat mengenali dua kategori umum siklus biogeokimia. Bentuk gas dari unsur karbon, oksigen, sulfur, dan nitrogen, ditemukan dalam atmosfer, dan siklus unsur-unsur ini pada dasarnya adalah global. Sebagai contoh, sejumlah atom karbon dan oksigen yang diperoleh tumbuhan dari udara sebagai CO2, kemungkinan telah dilepaskan ke atmosfer melalui respirasi seekor hewan yang berada tidak jauh dari tumbuhan tersebut. Unsur lain yang kurang aktif dalam lingkungan, yang meliputi fosfor, kalium, kalsium, dan unsure-unsur yang ada dalam jumlah kecil, umumnya bersiklus dalam skala yang lebih lokal, paling tidak dalam jangka waktu yang pendek. Tanah adalah reservoir abiotik utama unsur-unsur tersebut, yang diserap oleh akar tumbuhan dan akhirnya dikembalikanke tanah oleh pengurai, umumnya di sekitar lokasi yang sama. Model umum siklus nutrient yang menunjukkan reservoir atau kompartemen utama unsur-unsur dan proses yang mentransfer unsur-unsur diantara reservoir- reservoir.

Sebagian besar nutrien terakumulasi dalam empat reservoir, yang masing-masing ditentukan oleh dua karakteristik, apakah reservoir itu mengandung bahan organik atau anorganik, dan apakah bahan-bahan (materi) tersedia secara langsung atau tidak langsung untuk digunakan oleh organisme. Satu kompartemen bahan organik terdiri dari organisme hidup itu sendiri dan detritus, nutrien ini tersedia bagi organisme lain ketika konsumen itu saling memakan satu sama lain dan ketika detritivora mengkonsumsi bahan organik tak hidup. Kompartemen organik kedua termasuk deposit organisme-organisme yang suatu waktu pernah hidup (batu bara, minyak, dan gambut) yang "terfosilkan", di mana nutrien tidak dapat diasimilasi secara langsung. Bahan-bahan dipindahkan dari kompartemen organik hidup ke kompartemen organik yang terfosilkan pada masa silam, ketika organisme itu mati dan terkubur oleh sedimentasi selama jutaan tahun untuk menjadi batu bara dan minyak.
Nutrien juga ditemukan dalam dua kompartemen anorganik, yang satu adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien tersebut tersedia untuk digunakan oleh organisme dan satu lagi adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien tersebut tidak tersedia untuk digunakan oleh organisme lain. Kompartemen anorganik yang tersedia meliputi zat-zat (unsur dan senyawa) yang larut dalam air atau terdapat di tanah atau udara. Organisme mengasimilasi bahan-bahan dari kompartemen itu secara langsung dan mengembalikan nutrien ke dalamnya melalui proses respirasi, ekskresi, dan dekomposisi (penguraian) yang cukup cepat. Unsur-unsur pada kompartemen anorganik yang tidak tersedia terikat dalam bebatuan. Meskipun organisme tidak dapat masuk ke dalam kompartemen ini secara langsung, nutrien secara perlahanlahan akan menjadi tersedia untuk digunakan melalui pelapukan dan erosi. Dengan cara serupa, bahan-bahan organik yang tidak tersedia berpindah ke dalam kompartemen nutrien anorganik yang tersedia melalui erosi atau ketika bahan bakar fosil dibakar dan unsur-unsurnya menjadi uap.
Menjelaskan siklus biogeokimia dalam teori umum jauh lebih sederhana dibandingkan dengan secara nyata melacak unsur-unsur melalui siklus ini. Ekosistem-ekosistem tidak saja sangat kompleks, tetapi umumnya juga mempertukarkan paling tidak sebagian zat-zatnya dengan wilayah lain.. Bahkan dalam kolam sekalipun, yang memiliki perbatasan yang jelas, terdapat beberapa proses yang menambahkan dan mengeluarkan nutrien pokok pada ekosistem itu.
Mineral yang terlarut dalam air hujan atau yang mengalir dari lahan di sebelahnya akan menambah mineral ke dalam kolam tersebut, seperti halnya serbuk sari yang kaya nutrien, daun-yang berguguran, dan bahan-bahan lain yang terkandung di udara. Selain itu, tentunya, terdapat siklus karbon, oksigen, dan nitrogen antara kolam tersebut dan atmosfer. Burung bisa memakan ikan atau larva akuatik serangga, yang mendapatkan persediaan nutriennya dari kolam tersebut, dan sejumlah nutrien tersebut kemudian bisa diekskresikan (dikeluarkan) di darat yang jauh dari daerah drainase kolam tersebut. Melacak aliran masuk dan aliran keluar padai ekosistem terestrial yang kurang jelas bahkan lebih sulit lagi batas-batasnya. Namun demikian, para ahli ekologi telah membentuk skema umum untuk siklus kimia pada beberapa ekosistem, seringkali dengan menambahkan sejumlah kecil perunut (tracer) radioaktif yang membuat peneliti bisa mengikuti unsur kimia melalui berbagai komponen biotik dan abiotikekosistem tersebut.
Macam-macam Daur Biogeokimia
·         Daur Karbon dan Oksigen
·         Daur Air
·         Daur Nitrogen  
·         Daur Posfor
·         Daur Belerang

Siklus Nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur kimia utama lain dalam ekosistem. Nitrogen ditemukan pada semua asam amino, yang merupakan penyusun protein organisme-organisme. Nitrogen tersedia bagi tumbuhan hanya dalam bentuk mineral: NH4+ (amonium) dan N03- (nitrat). Meskipun atmosfer Bumi hampir 80%-nya terdiri atas nitrogen, unsur ini sebagian besar terdapat dalam bentuk gas nitrogen (N2, yang tidak tersedia bagi tumbuhan).
Nitrogen memasuki ekosistem melalui dua jalur alamiah, yang keutamaan relatifnya sangat bervariasi dari satu ekosistem ke ekosistem yang lain. Yang pertama, deposit pada atmosfer, merupakan sekitar 5% sampai 10% dari nitrogen yang dapat digunakan, yang memasuki sebagian besar ekosistem. Dalam proses ini, NH4+ dan N03- , kedua bentuk nitrogen yang tersedia bagi tumbuhan, ditambahkan ke tanah melalui kelarutannya dalam air hujan atau melalui pengendapan debu-debu halus atau butiran-butiran lainnya. Beberapa tumbuhan, seperti bromeliad epifit yang ditemukan pada kanopi hutan hujan tropis, memiliki akar udara yang dapat mengambil NH4+ dan N03-, secara langsung dari atmosfer.
Jalur lain untuk masuknya nitrogen ke ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen (nitrogen fixation). Hanya prokariota tertentu yang dapat memfiksasi nitrogen yaitu, mengubah N2 menjadi mineral yang dapat digunakan untuk mensintesis senyawa organik bernitrogeti seperti asam amino. Sesungguhnya, prokariota merupakan mata rantai yang penting pada beberapa titik dalam siklus nitrogen.
Nitrogen difiksasi dalam ekosistem terestrial oleh bakteri tanah yang hidup bebas (nonsimbiotik) clan juga oleh bakteri simbiotik (Rhizobium) dalam nodul akar legum dan tumbuhan tertentu lainnya. Beberapa sianobakteri memfiksasi nitrogen dalam ekosistem akuatik. Organisme yang memfiksasi nitrogen, tentunya sedang memenuhi kebutuhan metaboliknya sendiri, tetapi kelebihan amonia yang dibebaskan oleh organisme tersebut menjadi tersedia bagi organisme lain. Selain dari sumber alami nitrogen yang dapat digunakan ini, fiksasi nitrogen secara industri dapat digunakan untuk pembuatan pupuk, yang sekarang ini memberikan sumbangan utama dalam pool mineral bernitrogen dalam ekosistem terestrial dan akuatik.

Produk langsung fiksasi nitrogen adalah amonia (NH3). Akan tetapi, paling tidak sebagian besar tanah menjadi sedikit bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke dalam tanah akan menangkap sebuah ion hidrogen (H+) untuk membentuk amonium, NH4+, yang dapat digunakan secara langsung oleh tumbuhan. NH3 adalah gas, sehingga dapat menguap kembali ke atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7. NH3 yang hilang dari tanah ini kemudian dapat membentuk NH4+ di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+ dalam curah hujan berkorelasi dengan pH tanah dalam kisaran wilayah yang luas. Pendaurulangan nitrogen secara lokal melalui pengendapan atmosfer ini bisa sangat jelas di daerah pertanian, di mana baik pemupukan nitrogen dan kapur (suatu basa yang menurunkan keasaman tanah) digunakan secara luas.
Meskipun tumbuhan dapat menggunakan amonium secara langsung, sebagian besar amonium dalam tanah digunakanoleh bakteri aerob tertentu sebagai sumber energi; aktivitasnya mengoksidasi amonium menjadi nitrit (N02-) dan kemudian menjadi nitrat (N03-), suatu proses yang disebut nitrifikasi. Nitrat yang dibebaskan dari bakteri ini kemudian dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan diubah menjadi bentuk organik, seperti asam amino dan protein. Hewan hanya dapat mengasimilasikan nitrogen organik, dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Beberapa bakteri dapat memperoleh oksigen yang mereka perlukan untuk metabolisme dari nitrat bukan dari O2, dengan kondisi anaerob. Sebagai akibat dari proses denitrifikasi ini, beberapa nitrat diubah kembali menjadi N2, yang kembali ke atmosfer. Perombakan dan penguraian nitrogen organik kembali ke amonium, merupakan suatu proses yang disebut amorlifikasi, yang sebagian besar dilakukan oleh bakteri dan fungi pengurai. Proses ini akan mendaur ulang sejumlah besar nitrogen ke dalam tanah.
Secara keseluruhan, sebagian besar siklus bernitrogen dalam sistem alamiah melibatkan senyawa bernitrogen dalam tanah dan air, bukan N2 atmosfer. Meskipun fiksasi nitrogen penung dalam pembentukan pool nitrogen yang tersedia, fiksasi nitrogen hanya menyumbangkan sebagian kecil dari nitrogen yang diasimilasikan setiap tahun oleh total vegetasi. Namun demikian, banyak spesies umum tumbuhan bergantung pada asosiasi mereka dengan bakteri pemfiksasi nitrogen untuk menyediakan nutrien yang esensial tersebut dalam bentuk yang dapat mereka asimilasikan. Jumlah N2 yang kembali ke atmosfer melalui denitrifikasi juga relatif kecil. Pokok yang penting adalah bahwa meskipun pertukaran nitrogen antara tanah dan atmosfer sangat berarti dalam jangka panjang, sebagian besar nitlogen pada sebagian besar ekosistem didaur ulang secara lokal melalui penguraian dan reasimilasi.

Siklus Fosfor
Organisme memerlukan fosfor sebagai bahan penyusun utama asam nukleat, fosfolipid, ATP dan pembawa energi lainnya, serta sebagai salah satu mineral penyusun tulang dan gigi. Dalam beberapa hal, siklus fosfor lebih sederhana dibandingkan dengan siklus karbon atau siklus nitrogen. Siklus fosfor tidak meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak ada gas yang mellgandung fosfor secara signifikan. Selain itu, fosfor hanya ditemukan dalam satu bentuk anorganik penting, fosfat (P043-), yang diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik. Pelapukan bebatuan secara perlahan-lahan menambah fosfat ke dalam tanah.
daur-fosfor

Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor dipindahkan ke konsumen dalam bentuk organik, dan ditambahkan kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat tersebut oleh hewan dan oleh kerja pengurai bakteri dan fungi pengurai pada derritus. Humus dan partikel tanah mengikat fosfat, sedemikian rupa sehingga siklus fosfor cenderung menjadi cukup terlokalisir dalam ekosistem. Akan tetapi, fosfor benar-benar tergelontor ke dalam badan air, yang secara perlahan-lahan mengalir dari ekosistem terestrial ke laut.
Erosi hebat dapat mempercepat pengurasan fosfat, tetapi pelapukan bebatuan umumnya sejalan dengan hilangnya fosfat. Fosfat yang mencapai lautan secara perlahan- lahan terkumpul dalam endapan, kemudian tergabung ke dalam batuan, yang kemudian dapat menjadi bagian dari ekosistem terestrial sebagai akibat proses geologis yang meningkatkan dasar laut atau menurunkan permukaan laut pada suatu lokasi tertentu.
Dengan demikian, sebagian besar fosfat bersiklus ulang secara lokal di antara tanah, tumbuhan, dan konsumen atas dasar skala waktu ekologis, sementara suatu siklus sedimentasi secara bersamaan mengeluarkan dan memulihkan fosfor terestrial selama wakti! geologis. Pola umum yang sama berlaku juga bagi nutrien lain yang tidak memiliki bentuk yang terdapat di atmosfer.
Dalam suatu ekosistem akuatik yang belum secara serius diubah oleh aktivitas manusia, rendahnya fosfat terlarut sering kali membatasi produktivitas primer. Akan tetapi, pada banyak kasus, kelebihan (bukan keterbatasan) fosfat adalah permasalahan juga. Penambahan fosfat dalam bentuk limbah kotoran cair dan aliran permukaan dari ladang pertanian yang dipupuk merangsang pertumbuhan alga dalam ekosistem akuatik, yang seringkali memiliki akibat negatif, seperti eutrofikasi.
Laju di mana nutrien bersiklus dalam ekosistem yang berbeda-beda sungguh sangat beragam, yang sebagian besar disebabkan oleh perbedaan dalam laju penguraian. Dalam hutan hujan tropis, sebagian besar bahan organik mengalami penguraian dalam tempo beberapa bulan sampai beberapa tahun, sementara pada hutan beriklim sedang, penguraian berlangsung dalam tempo rata-rata 4 sampai 6 tahun.
Di daerah tundra, penguraian membutuhkan waktu sampai 50 tahun, dan dalam suatu ekosistem akuatik, di mana sebagian besar penguraian terjadi di dasar lumpur anaerob, proses itu bahkan bisa terjadi lebih lambat lagi. Suhu dan ketersediaan air serta O2, mempengaruhi seluruh laju penguraian, dan demikian juga waktu siklus nutrien. Faktor lain yang dapat mempengaruhi siklus nutrien adalah keadaan kimiawi tanah lokal dan frekuensi peristiwa kebakaran. Di beberapa bagian hutan hujan tropis, nutrien pokok seperti fosfor ditemukan dalam tanah pada kedalaman jauh di bawah kedalaman khas suaru hutan temperat. Pertama kali hal ini mungkin terlihat sebagai suatu paradoks, karena hutan tropis umumnya memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Kunci untuk memecahkan teka-teki ini adalah penguraian yang cepat di daerah tropis yang disebabkan oleh suhu yang hangat dan presipitasi yang berlimpah. Selain itu, biomassa yang sangat besar dalam hutan tersebut menyebabkan adanya kebutuhan yang tinggi akan nutrien, yang diserap hampir secepat pembentukan nutrien tersebut melalui penguraian. Sebagai akibat penguraian yang cepat, relatif sedikit bahan organik yang terakumulasi sebagai lapisan daun pada bagian dasar hutan hujan tropis, sekitar 75% nutrien dalam ekosistem ditemukan dalam batang pohon yang berkayu, dan sekitar 10% terkandung dalam tanah. Konsentrasi beberapa nutrien yang relatif rendah dalam tanah hutan hujan tropis disebabkan oleh waktu siklus yang cepat, bukan akibat kelangkaan unsur-unsur ini secara keseluruhan dalam ekosistem.
Dalam hutan temperate, di mana penguraian jauh lebih lambat, tanah bisa mengandung 50% dari semua bahan organik dalam ekosistem tersebut. Nutrien yang ditemukan dalam detritus hutan temperat dan dalam tanah bisa tetap berada di sana, selama periode waktu yang cukup lama sebelum diasimilasikan oleh tumbuhan. Dalam suatu ekosistem akuatik, sedimen dasar sebanding dengan lapisan detritus dalam ekosistem terestrial, namun berbeda dalam hal laju penguraian yang sangat lambat dan fakta bahwa alga dan tumbuhan akuatik umumnya mengasimilasikai nutrien secara langsung dari air. Dengan demikian, sedimen seringkali merupakan suatu buangan nutrien, dan ekosisten akuatik hanya dapat sangat produktif jika di sana terdapat pertukaran antara lapisan dasar air dengan lapisan permukaan.

Daur Belerang (Sulfur)
Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.
Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).

Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti Thiobacillus.













DAFTAR PUSTAKA

Heddy, Suasono dan Metikurniati, 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Malang : Raja Grafindo Persada.
Mc Naugthon, S.J dan Larry L. Wolf .1998. Ekologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002 (Hal 125-132)

Amphibi


KARAKTERISTIK AMPHIBI DI INDONESIA

A.   Pengertian Amphibi
            Amphibi merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan. (Hidayat, 2009)
            Amphibia terdiri dari 4 ordo yaitu Urodela (Salamander), Apoda (Caecilia), dan Anura ( katak dan kodok), Proanura (telah punah).

B.   Taksonomi Amphibi dan Contoh – Contoh Spesiesnya di Indonesia
            Amphibia terdiri dari 4 ordo yaitu Urodela (Salamander), Gymnophiona (Caecilia), dan Anura ( katak dan kodok), Proanura (telah punah).
a.      Ordo Urodela (Salamander)
      Urodela mempunya anggota sekitar 350 spesies, tersebar terbatas di belahan bumi utara; Amerika Utara, Amerika Tengah, Asia Tengah (Cina, Jepang) dan Eropa. Kebanyakan family-family dari urodela terdapat di amerika dan tidak terdapat di Indonesia.
b.      Ordo Gymnophiona (Caecilia)
      Ordo ini mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai kaki sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak bertungkai, dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Di bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory. Kelompok ini menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi secara internal. (Hidayat, 2009)
      Ordo Caecilia mempunyai 5 famili yaitu Rhinatrematidae, Ichtyopiidae, Uraeotyphilidae, Scolecomorphiidae, dan Caecilidae.
      Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae. Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis.
      Anggota famili ini yang ditemukan di indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di propinsi DIY. Habitat yang lembab subtropis atau dataran rendah tropis hutan, sungai, sungai intermiten, perkebunan, kebun-kebun pedesaan, rusak berat bekas hutan, lahan irigasi, dan musiman membanjiri lahan pertanian.

Ichthyophis monochrous (ulo duwel)

 






Filum            : Chordata
Subphylum   : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostomata
Superclassis  : Tetrapoda
Classis          : Amphibia
Subclassis     : Lissamphibia
Ordo             : Gymnophiona
Familia         : Ichthyophiidae
Genus           : Ichthyophis
Species         : Ichthyophis monochrous
Identifikasi
Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis. Sama sekali tidak mempunyai kaki, sehingga jenis kecil mirip cacing dan yang besar sepanjang 1,5 m mirip ular. Ekornya pendek atau tidak ada, dan kloakanya dekat ujung badan.
Kulitnya lembut dan berwarna gelap tidak mengkilap, namun beberapa jenis berwarna-warni. Di dalam kulit ada sisik dari kalsit. Karena sisik inilah, sesilia pernah dianggap berkerabat dengan Stegocephalia fosil, namun sekarang hal itu dipercaya karena perkembangan sekunder dan kedua kelompok itu tidak mungkin berkerabat.
Seperti amfibia lain, di kulitnya ada kelenjar yang mensekresikan racun untuk mengusir pemangsa.Se kresi kulit Siphonops paulensis telah ditunjukkan memiliki sifat hemolisis.
Kebiasaan
Hewan ini cukup langka. Selain karena hanya ditemukan di daerah hutan-hutan yang masih baik, sesilia hidup di dalam tanah yang gembur, di dekat sungai atau rawa-rawa, sehingga jarang sekali didapati oleh manusia. Dalam bahasa Jawa mereka disebut ulo duwel
Penyebaran
Didapati di Kalimantan, Sumatra dan Jawa (khususnya di propinsi DIY).

c.       Ordo Proanura
      Anggota-anggota ordo ini tidak dapat diketemukan atau dapat dikatakan telah punah. Anggota-anggota ordo ini hidupnya di habitat akuatik sebagai larva dan hanya sedikit saja yang menunjukkan perkembangan ke arah dewasa. Ciri-ciri umumnya adalah mata kecil, tungkai depan kecil, tanpa tungkai belakang, kedua rahang dilapisi bahan tanduk, mempunyai 3 pasang insang luar dan paru-paru mengalami sedikit perkembangan.

d.      Ordo Anura (katak dan kodok)
      Nama anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Seperti namanya, anggota ordo ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang lebih besar daripada tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan melompat. Pada beberapa famili terdapat selaput diantara jari-jarinya. Membrana tympanum terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak di belakang mata. Kelopak mata dapat digerakkan. Mata berukuran besar dan berkembang dengan baik. Fertilisasi secara eksternal dan prosesnya dilakukan di perairan yang tenang dan dangkal.
      Ordo Anura dibagi menjadi 27 famili, dan ada 6 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae, Ranidae, Microhylidae, Bombinatoridae dan Hylidae. Adapun penjelasan mengenai ketujuh famili tersebut sebagai berikut:
a.       Bufonidae
         Ciri-siri umumnya yaitu kulit kasar dan berbintil, terdapat kelenjar paratoid di belakang tympanum dan terdapat pematang di kepala. Mempunyai tipe gelang bahu arciferal. Sacral diapophisis melebar. Bufo mempunyai mulut yang lebar akan tetapi tidak memiliki gigi. Tungkai belakang lebih panjang dari pada tungkai depan dan jari-jari tidak mempunyai selaput. Fertilisasi berlangsung secara eksternal. Famili ini terdiri dari 18 genera dan kurang lebih 300 spesies. Beberapa contoh spesies dari famili Bufonidae yang ada di Indonesia antara lain:
-          Bufo asper (Bangkok Sungai)
      Kodok ini juga dikenal dengan nama lain: kodok buduk sungai, kodok puru besar, atau kodok batu.





Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Bufonidae
Genus                          : Bufo
Spesies                        : Bufo asper (Gravenhorst, 1829.)
Identifikasi
         Kodok buduk yang besar, tidak gendut dan agak ramping. Sering dengan bintil-bintil kasar dan benjol-benjol besar (asper, bahasa Latin = kasar, berduri). Jantan berukuran (dari moncong ke anus) 70-100 mm, betina 95-120 mm. Punggung berwarna coklat tua kusam, keabu-abuan atau kehitaman. Sisi bawah berbintik hitam. Jantan biasanya dengan kulit dagu yang kehitaman. Selaput renang sampai ke ujung jari kaki.
Kebiasaan
Bangkong ini sering ditemui di dekat sungai, di bebatuan sampai ke tebing-tebing di bagian atas. Terkadang didapati pula di ranting semak belukar yang rendah. Aktif di waktu malam (nokturnal), kodok ini di siang hari bersembunyi di balik bebatuan; kadang-kadang berendam berkelompok dalam air yang tersembunyi. bangkong sungai dapat melompat jauh dengan kakinya yang relatif panjang. Kodok ini sering berpura-pura mati apabila ditangkap. Bila dipegang dan diletakkan terlentang di atas tempat yang datar dan rata, kodok ini akan tetap tidak bergerak sampai beberapa saat; untuk kemudian tiba-tiba membalikkan badan dan melompat seketika bila situasi dirasanya sudah aman. Kodok jantan bersuara memanggil betina dari tepi sungai ketika bulan purnama. Bunyi: wok.. kak, berat dan berulang agak lambat.
Penyebaran
         Bangkong sungai menyebar mulai dari Indochina di utara hingga ke Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Di Jawa tersebar hingga ke Pasuruan dan Malang di Jawa Timur.

-          Bufo melanos M 040727 002 resize2.jpgBufo melanostictus (Bangkong Kolong)







Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Bufonidae
Genus                          : Bufo
Spesies                        : Bufo melanostictus (Schneider, 1799.)
Identifikasi
Berukuran sedang, yang dewasa berperut gendut, berbintil-bintil kasar. Bangkong jantan panjangnya (dari moncong ke anus) 55-80 mm, betina 65-85 mm. Di atas kepala terdapat gigir keras menonjol yang bersambungan, mulai dari atas moncong; melewati atas, depan dan belakang mata; hingga di atas timpanum (gendang telinga). Gigir ini biasanya berwarna kehitaman. Sepasang kelenjar parotoid (kelenjar racun) yang besar panjang terdapat di atas tengkuk. Bagian punggung bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman. Ada pula yang dengan warna dasar kuning kecoklatan atau hitam keabu-abuan. Terdapat bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman. Sisi bawah tubuh putih keabu-abuan, berbintil-bintil agak kasar. Telapak tangan dan kaki dengan warna hitam atau kehitaman; tanpa selaput renang, atau kaki dengan selaput renang yang sangat pendek. Hewan jantan umumnya dengan dagu kusam kemerahan.
Kebiasaan
Bangkong kolong paling sering ditemukan di sekitar rumah. Melompat pendek-pendek, kodok ini keluar dari persembunyiannya di bawah tumpukan batu, kayu, atau di sudut-sudut dapur pada waktu magrib; dan kembali ke tempat semula di waktu subuh. Terkadang, tempat persembunyiannya itu dihuni bersama oleh sekelompok kodok besar dan kecil; sampai 6-7 ekor.
- Ingerophrynus biporcatus ( Katak puruh batu)
-         
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Bufonidae
Genus                          : Ingerophrynus
Spesies                        : Ingerophrynus biporcatus (Schneider, 1799.)
Identifikasi
Kodok yang sedang besarnya; jantan antara 55-70 mm, sedangkan betina 60-80 mm SVL (snout-vent length, dari moncong ke anus). Di atas ubun-ubun terdapat sepasang gigir (crest) pendek. Sepasang kelenjar parotoid yang besar, oval sampai menyegitiga, terletak di atas bahu. Masing-masing diikuti dengan sederet bintil-bintil yang membesar, hingga ke depan paha.
Punggung kecoklatan, keabu-abuan atau kehitaman, dengan coreng-moreng kecoklatan. Ada pula spesimen yang berwarna coklat kemerahan, dengan deretan bintil di belakang parotoid berwarna merah jambu. Beberapa bercak hitam di punggung terletak tidak simetris. Sisi perut (ventral) berwarna putih keabu-abuan, dengan bercak-bercak gelap kehitaman terutama di sekitar dada. Bintil-bintil di punggung dan perut lebih halus daripada bangkong kolong Duttaphrynus melanostictus, namun berbentuk meruncing. Juga perut umumnya tidak segendut melanostictus. Jantan biasanya dengan tenggorokan kemerahan.
Kaki dan tangan pendek-pendek namun kuat. Jari-jari tangan berujung tumpul, tanpa menggembung, tanpa selaput renang. Sedangkan jari-jari kaki berselaput renang sampai sekitar setengahnya.
Kebiasaan
Kodok ini biasa ditemukan di lingkungan hutan-hutan dan hutansekunder, serta di sekitar hunian manusia. Di lingkungan pemukiman,kodok ini agak jarang ditemukan dekat rumah dan lebih banyak di sekitar kolam atau belumbang di kebun dan pekarangan.
Untuk memikat betinanya, kodok jantan mengeluarkan suara nyaring dari atas tanah di dekat tepi kolam atau air. Terkadang kodok ini juga berbunyi dari vegetasi yang tumbuh di air, misalnya dari semak sikejut Mimosa pigra sekitar 1-2 meter dari tepian. Bunyi: pirroook.. kirrooo..ook ! , nyaring dan parau berulang-ulang.
Ketika kawin, betinanya meletakkan ratusan butir telur dalam satu rangkaian panjang di genangan air.
Penyebaran
Kodok ini menyebar terbatas di Indonesia bagian barat, mulai dari Lampung di pulau Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok. Diintroduksi ke Sulawesi
b.      Megophryidae
         Ciri khas yang paling menonjol adalah terdapatnya bangunan seperti tanduk di atas matanya, yang merupakan modifikasi dari kelopak matanya. Pada umumnya famili ini berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek sehingga pergerakannya lambat dan kurang lincah. Gelang bahu bertipe firmisternal. Hidup di hutan dataran tinggi. Pada fase berudu terdapat alat mulut seperti mangkuk untuk mencari makan di permukaan air. Beberapa contoh famili Megophryidae yang ada di Indonesia antara lain:



-          Megophrys Montana (Bangkong bertanduk)
Mego montana 060618 7694 jbti ed resize.jpg         Bangkong bertanduk atau katak bertanduk adalah sejenis kodok dari suku Megophryidae. Nama ilmiahnya adalah Megophrys Montana. Nama lain adalah horned frog.







Klasifikasi Ilmiah
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Megophryidae
Genus                          : Megophrys
Spesies                        :Megophrys montana (Kuhl & van Hasselt, 1822.)
Identifikasi
         Bertubuh pendek agak gendut, kepala besar dengan runcingan kulit di atas kedua mata dan di ujung moncong. Sepasang runcingan kulit yang lain, yang lebih kecil, terdapat di ujung-ujung rahang. Ukuran tubuh umumnya sedang sampai besar, 60-95 mm; katak jantan lebih kecil daripada betinanya. Dorsal (bagian punggung) berkulit halus, coklat pucat kemerahan sampai coklat tua, dengan sepasang lipatan kulit di punggung, mulai dari bagian tengkuk hingga ke pinggang. Sering dengan sepasang bintil hitam kecil di pundak. Kadang-kadang terdapat sepasang lipatan kulit yang lebih samar dan lebih pendek di masing-masing sisi lateral tubuh, di belakang tangan hingga ke pinggang. Kaki dan tangan lebih kekuningan, dengan lipatan-lipatan kulit melintang bertepi hitam, membentuk coret-coret hitam. Warna hitam juga terdapat di sekitar dan di belakang mata. Iris mata berwarna kemerahan.
         Ventral (sisi bawah tubuh) abu-abu keputihan, dengan bintil-bintil agak kasar. Bagian depan kecoklatan kotor, dengan bercak-bercak dan bintik-bintik hitam yang kurang lebih simetris di dagu, leher, tangan dan kaki. Selaput renang di kaki sangat pendek.
Kebiasaan
         Penyamaran yang sempurna dari warna dan bentuk tubuh katak ini di lantai hutan, menyebabkan bangkong bertanduk sulit dikenali di siang hari. Katak ini kerap bersembunyi di bawah serasah hutan, dan baru pada malam hari aktif menjelajahi lantai hutan hingga ke pinggiran sungai. Berudu katak bertanduk memiliki mulut serupa corong, biasanya ditemukan di bagian sungai yang menggenang atau yang kurang berarus.
Penyebaran
         Menyebar terbatas di Jawa dan Sumatra Barat. Di Jawa, terutama didapati di pegunungan.
-          Leptobrachium hasseltii (Bangkong serasah)
Leptob hasselt 060615 7455 jbrti ed resize.jpg
 







Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Megophryidae
Genus                          : Leptobrachium
Spesies                        : Leptobrachium hasseltii
Identifikasi
Bertubuh sedang, antara 50-70 mm. Jantan umumnya lebih kecil daripada yang betina. Gendut pendek dengan kepala bulat dan besar, lebih besar daripada tubuhnya. Mata besar dan melotot. Dorsal (bagian punggung) berwarna coklat abu-abu kebiruan atau keunguan (fase gelap), atau keemasan (fase terang). Terdapat bercak-bercak bulat telur berwarna gelap yang terletak simetris, tepi luar bercak berwarna keemasan. Coreng hitam berjalan dari ujung moncong hingga mata, dan dilanjutkan di bawah lipatan supratimpanik hingga ke pundak. Iris berwarna gelap kehitaman.Ventral (sisi bawah tubuh) abu-abu hingga kehitaman di perut, berbintik-bintik putih. Tangan dan kaki bercoret-coret gelap. Selaput renang pendek dan hanya terdapat di kaki.
Kebiasaan
Aktif di malam hari (nokturnal), bangkong serasah tidur di siang hari atau bersembunyi di balik serasah hutan. Dengan kaki yang pendek, kodok ini melompat pendek-pendek dan sering pula merayap perlahan-lahan di kayu atau batu dengan tubuh diangkat. Kodok jantan berbunyi-bunyi di malam hari di atas tumpukan serasah, tepian sungai, atau bebatuan di dekat aliran air. Terkadang sambil membersihkan sisi belakang tubuhnya. Suaranya parau lemah, wuaak.. wak..wak..wak.. bersahut-sahutan.
Penyebaran
Awalnya tersebar di Dangkalan Sunda hingga ke Semenanjung Malaya, Sumatra dan Borneo. Akan tetapi kini diketahui menyebar terbatas hanya di Jawa, Madura, Bali hingga Kangean. Terdapat di hutan, di pegunungan, terutama di tempat yang tidak jauh dari sungai.
c.       Ranidae
Famili ini sering disebut juga katak sejati. Bentuk tubuhnya relatif ramping. Tungkai relatif panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput untuk membantu berenang. Kulitnya halus, licin dan ada beberapa yang berbintil. Gelang bahu bertipe firmisternal. Pada kepala tidak ada pematang seperti pada Bufo. Mulutnya lebar dan terdapat gigi seperti parut di bagian maxillanya. Sacral diapophysis gilig. Fertilisasi secara eksternal dan bersifat ovipar. Famili ini terdiri dari 36 genus. Beberapa contoh famili Megophryidae yang ada di Indonesia antara lain:
- Rana chalconota (Kongkang kolam)
Rana chalcon 060616 7624 jbti ed resize.jpg
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Rana
Spesies                        : R.chalconota
Identifikasi
Berukuran kecil sampai agak besar, panjang tubuhnya antara 30-70 mm SVL (snout-to-vent, dari ujung moncong hingga ke anus). Kodok jantan lebih kecil dari yang betinanya. Moncong meruncing, mata besar menonjol dan tubuh umumnya ramping. Kaki panjang dan ramping, dengan selaput renang penuh hingga ke ujung, kecuali pada ujung jari keempat (jari terpanjang). Jari-jari tangan dan kaki dengan ujung yang melebar serupa cakram.
Warna tubuh berubah-ubah. Dorsal (fase terang) sering berwarna krem kekuningan, atau kehijauan. Sisi tubuh (lateral) keputihan, kekuningan atau hijau kekuningan terang. Pada fase gelap, kebanyakan berwarna coklat atau coklat gelap berbintik-bintik hitam bulat, lk. 1-2 mm diameter, dengan letak tak beraturan. Terdapat sepasang lipatan dorsolateral yang agak samar di punggung. Ventral (sisi bawah tubuh) putih telur berbintik atau bernoda kecoklatan, terutama di sekitar dagu. Kulit ventral halus licin, sedangkan kulit dorsal berbintil-bintil halus.
Bibir atas perak kekuningan, dilanjutkan dengan satu atau beberapa bintik perak hingga di atas lengan. Pipi dengan warna coklat gelap, yang makin muda ke belakang; timpanum coklat muda. Kaki sering dengan warna kemerahan pada sisi bawah, sekitar persendian, dan pada selaput renang.
Kebiasaan
Aktif terutama di malam hari, kodok ini sering didapati di sekitar kolam, selokan, saluran air atau sungai kecil. Kodok jantan kebanyakan bertengger di semak belukar yang merimbuni tepi air, hingga 1.5 m di atas tanah, sambil berbunyi sesekali untuk memikat betinanya. Bunyinya, ..cuit, ..cuit.. mirip siulan burung, meski tidak terlalu keras. Chalconota berarti banyak bersuara.
Kodok betina kerap didapati di malam hari di atas batu, dan kadang-kadang pula di sesemakan, dekat badan air. Kodok ini memangsa serangga dan laba-laba.
Berudu kongkang kolam berwarna kehijauan, kekuningan, dan kadang-kadang jingga, dengan tiga garis hitam yang berpusat di mata (Iskandar, 1998). Di sisi bawah tubuh, terdapat sederetan kelenjar kecil berwarna putih pada masing-masing sisi perutnya (Inger and Stuebing, 1997). Berudu ini tinggal pada air tenang atau yang menggenang.
Penyebaran
R. chalconota menyebar di Sumatra Selatan, Lampung, Jawa dan Bali (Iskandar, 1998).
- Rana erythraea (Kongkang gading)
R eryth 060324 4027 ckoep resize.jpg
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Rana
Spesies                        : R. erythraea
Identifikasi
Kodok yang ramping dan berwarna hijau zaitun, hijau lumut atau hijau muda di punggungnya. Sepasang lipatan dorsolateral yang jelas, besar, berwarna kuning gading dan terkadang disertai dengan garis hitam, terdapat di kiri kanan punggung. Tangan dan kaki berwarna kuning coklat muda, dengan coreng-coreng terutama pada paha. Sisi bawah tubuh berwarna putih. Kulit licin dan halus. Kodok jantan sekitar 30-45 mm, dan yang betina 50-75 mm.
Tangan dengan ujung jari melebar serupa piringan yang meruncing, yang terbesar sekitar setengah diameter timpanum (gendang telinga). Piringan pada jari kaki lebih kecil. Selaput renang mencapai pangkal piringan di jari-jari kaki, kecuali pada jari keempat yang memiliki dua ruas bebas dari selaput. Terdapat sekurangnya satu bintil metatarsal di kaki, yakni di sisi dalam.
Kebiasaan
Kongkang gading biasa ditemukan di kolam-kolam terbuka, tepi telaga, atau sawah; terkadang didapati dalam kelompok agak besar. Lebih sering berada di air, kodok ini pada siang hari bersembunyi di antara vegetasi yang tumbuh di air yang dangkal atau di tepian. Dan malam harinya turun ke daratan di tepi air. Kerap berbunyi-bunyi di pagi hari, bunyinya seperti suara ceklikan: pik, … pik, pik, pik.
Penyebaran
Kodok ini menyebar luas mulai dari Indochina, Jawa sampai ke Filipina, dan kemungkinan juga sampai Sulawesi
- Limnonectes macrodon ( Kodok batu )
Limnonectes macrodon, dari Pancawati, Bogor
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Limnonectes
Spesies                        : Limnonectes macrodon
Identifikasi
Kodok ini bertubuh besar, gempal, dengan kaki yang kuat dan paha yang berotot besar. Kodok dewasa panjangnya sekitar 70 mm, namun yang terbesar bisa sampai dengan 150 mm SVL (snout to vent length, dari moncong ke anus).
Punggung berwarna coklat terang hingga kemerahan atau kehitaman, dengan bercak-bercak gelap kehitaman. Coret atau bercak kehitaman terdapat di antara kedua mata, di pipi di depan mata, di atas timpanum, di lengan, paha dan betis. Bibir berbelang-belang hitam dan putih.
Kulit punggung halus, dengan beberapa bintil atau tonjolan membujur. Terdapat lipatan supratimpanik. Pada hewan muda, terkadang ada lekukan bentuk V terbalik di tengah pundak.
Sisi ventral berwarna krem pucat keputihan, dengan bintik-bintik hitam di dagu. Sisi bawah selaput renang berwarna hitam.
Kebiasaan
Kodok batu sering dijumpai di tepi saluran air dan aliran sungai yang jernih. Jarang jauh dari aliran air. Kodok ini biasanya kawin pada saat bulan mati, yang betina meletakkan telurnya dalam sebuah gumpalan lengket di kolam atau genangan dekat sungai. Jumlah telurnya dapat mencapai 1000 butir.
Penyebaran
 Kodok ini menyebar luas mulai dari India hingga ke Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara

- Limnonectes kuhlii ( Bangkong tuli )
Limnonectes kuhlii dari Jabranti, Kuningan, Jawa Barat
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Limnonectes
Spesies                        : Limnonectes kuhlii
Identifikasi
Tubuhnya  gemuk berotot, panjang tubuh dari moncong ke anus (SVL, snout-to-vent length) sampai dengan 80 mm pada kodok jantan, dan sekitar 70 mm pada yang betina. Kepala lebar dengan pelipis berotot, tangan dan kaki pendek berotot.
Timpanum (gendang telinga) tidak jelas atau tidak nampak. Jari kaki berselaput renang penuh hingga ke ujung, jari tangan tanpa selaput renang.
Kulit di punggung (dorsal) sangat berkerut-merut, sebagian membentuk pola serupa bintang; paha, betis dan pantat sering dengan bintil-bintil yang agak besar. Lipatan supratimpanik terlihat jelas. Warna punggung bervariasi dari polos kecoklatan atau kehitaman, sampai berbercak-bercak kecoklatan atau kehitaman dengan belang-belang pada kaki.
Kebiasaan
Bangkong tuli menyukai hidup di aliran air yang tenang, di anak-anak sungai dan saliran yang tidak seberapa airnya, terutama pada genangan-genangan bercampur serasah daun-daunan. Juga di genangan di antara batu-batu tepi sungai atau rawa-rawa dangkal.
Penyebaran
Penyebaran kodok ini terutama di wilayah pegunungan di Jawa,terutama tercatat dari gunung-gunung seperti G. Salak (Ciapus), G. Gede (Cibodas, Cibeureum), G. Halimun (Nirmala, Citalahab), Bandung (Pengalengan), G. Tangkubanperahu, G. Malabar, Peg. Ijen dan Peg. Tengger. Juga dari kawasan G. Tilu, Kuningan.
- Rana hosii ( Kongkang racun )
Rana hosii 060615 7288 jbti ed resize.jpg

Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Rana
Spesies                        : Rana hosii
Identifikasi
Kodok ini berukuran sedang sampai besar, bertubuh kekar. Panjang tubuh umumnya antara 45-100 mm SVL (snout-to-vent, dari ujung moncong hingga ke anus). Kodok jantan lebih kecil dari yang betinanya.
Kulit dorsal (bagian punggung) berbintil halus dan rapat, umumnya hijau terang, hijau lumut sampai hijau tua; ada pula yang kebiruan. Sisi tubuh hijau kekuningan. Sebuah garis gelap, coklat tembaga hingga kehitaman, dan putus-putus tidak beraturan berjalan di sisi tubuh dari ujung moncong, pipi, sebelah atas timpanum (gendang telinga), sebelah bawah lipatan dorsolateral, memanjang hingga ke pinggang. Di sana-sini, garis gelap ini bercampur dengan bercak kehijauan, kekuningan atau keemasan.
Bibir atas berwarna keemasan, bibir bawah kecoklatan. Iris mata keemasan. Selain di bibir dan moncong, warna dan bercak kuning atau keemasan sering pula terdapat di tangan, lipatan dorsolateral bagian belakang dan pangkal paha.
Jari-jari tangan dan kaki dengan ujung yang melebar membentuk piringan. Selaput renang penuh mencapai pangkal piringan pada jari kaki, coklat gelap atau kehitaman warnanya. Sisi bawah tubuh (ventral) berkulit halus, putih bersemu keemasan. Sisi bawah paha coklat merah daging, sisi atasnya berbelang-belang coklat sampai gelap kehitaman.
Kebiasaan
 Jarang ditemui jauh dari sungai, karena  R. hosii menyukai aliran air yang deras dan jernih, terutama di hutan-hutan yang belum atau hanya sedikit terganggu. Di malam hari, kodok ini kerap ditemui di tepian sungai berbatu atau di atas tetumbuhan dekat aliran air. Pada musim kawin, belasan hingga puluhan katak jantan biasa berkumpul berdekatan di atas batu di tepi air yang berarus deras
Penyebaran
R. hosii diketahui tersebar cukup luas, mulai dari Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa hingga Borneo
- Fejervarya cancrivora ( Kodok sawah )
Fejer cancri 050403 002 tdp.jpg
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Fejervarya
Spesies                        : Fejervarya cancrivora
Identifikasi
Kodok ini bertubuh kecil sampai agak besar, gempal, dengan kaki yang kuat dan paha yang berotot besar. Hewan jantan dewasa sekitar 60 mm dan betina dewasa sekitar 70-80 mm; namun yang terbesar bisa sampai dengan 120 mm SVL (snout to vent length, dari moncong ke anus). Spesimen yang kecil agak sukar dibedakan dari kodok tegalan (F. limnocharis).
Punggung berwarna lumpur kecoklatan, dengan bercak-bercak gelap tidak simetris. Terkadang terdapat warna hijau lumut terang pada spesimen-spesimen yang besar. Sisi tubuh dan lipatan paha dengan bercak-bercak hitam. Tangan dan kaki kerap bercoreng-coreng. Bibir berbelang hitam.
Terdapat lipatan-lipatan kulit tipis memanjang di atas punggung, serupa jalur bintil atau pematang. Kaki dengan selaput renang yang penuh sampai ke ujung jari, kecuali pada jari kaki keempat. Bintil metatarsal tunggal, terdapat di sisi dalam (pangkal jari pertama) kaki, memanjang bentuknya.
Kebiasaan
Kodok sawah ini sering dijumpai di daerah berawa, khususnya dekat lingkungan buatan manusia: kebun yang becek, sawah, saluran air; namun agak jarang di aliran sungai. Juga merupakan satu-satunya jenis amfibia modern yang mampu hidup di daerah yang berair payau dan hutan bakau.
Kebanyakan aktif di waktu gelap dan pagi hari, di siang hari kodok ini berlindung di balik rerumputan atau celah di pematang atau tebing saluran air; dan tiba-tiba melompat ke air apabila hendak terpijak. Pada malam hari, terutama sehabis hujan turun, kodok jantan berbunyi-bunyi memanggil betinanya dari tepi air: …dododododok.. dododok, dengan ritme cepat. Namun alih-alih berbunyi bersama, kodok-kodok jantan ini saling menyendiri.
Penyebaran
Diketahui tersebar cukup luas, mulai dari pulau sumatra, jawa dan bali

- Fejervarya limnocharis ( Kodok tegalan )
Fejer limnoc 050316 046 resize.jpg

Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Fejervarya
Spesies                        : Fejervarya limnocharis
Identifikasi
Hewan ini merupakan kodok kecil, bertubuh pendek dan berkepala meruncing. Panjang kodok jantan sekitar 30-50 mm, yang betina sampai dengan 60 mm.
Punggung berwarna cokelat lumpur, dengan bercak-bercak gelap simetris; terkadang membentuk huruf W atau H di sekitar belikat. Pada beberapa hewan bercampur dengan warna hijau atau kehijauan, kemerahan, keemasan, atau memiliki garis vertebral putih.
Perut dan sisi bawah tubuh putih. Pada kodok jantan, kerap terdapat pola huruf M kehitaman di dagu, di atas kantung suara yang berwarna daging. Sisi samping tubuh dan sisi belakang paha dengan bercak-bercak hitam serupa doreng. Tangan dan kaki dengan coreng-coreng hitam. Bibir berbelang hitam.
Kulit punggung dengan lipatan-lipatan memanjang tak beraturan, seperti pematang seperti deretan bintil panjang, atau seperti bukit-bukit kecil memanjang. Sepasang lipatan kulit berjalan dari belakang mata, melewati atas timpanum (gendang telinga), hingga ke bahu. Kaki berselaput setengahnya, setidaknya satu (pada jari keempat: dua) ruas paling ujung bebas dari selaput renang. Bintil metatarsal sebelah dalam berbentuk oval dan menonjol; sementara metatarsal luar membulat dan rendah, kebanyakan malah hanya serupa bintik kecil.
Kebiasan
Kodok ini kerap ditemukan di sawah, lapangan berumput, tegalan, hutan jati dan di kebun-kebun karet. Juga kerap ditemukan di tepi-tepi saluran air, tiba-tiba berloncatan ke air apabila akan terpijak kaki. Terkadang, kodok ini tersesat hingga ke halaman rumah.
Kodok tegalan umumnya ditemukan mengelompok (clumped) di lapangan. Pada malam-malam berhujan, kodok-kodok ini berbunyi bersahut-sahutan serupa paduan suara. Wak-wak-wak-wak-wak.. agak lemah bergetar.
Penyebaran
Fejervarya limnocharis tersebar di DIY, sekitar sungai Kapuas.

- Occidozyga lima ( Bancet hijau )
Occid lima 060304 2495 la resize.jpg
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Upaphylum                 : Vertebrata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Ranidae
Genus                          : Occidozyga
Spesies                        : Occidozyga lima
Identifikasi
Kodok ini bertubuh pendek bulat, dari moncong hingga ke anus sampai sekitar 40 mm. Kodok jantan umumnya lebih kecil dan lebih ramping. Lubang hidung di ujung moncongnya menghadap ke atas, suatu bentuk adaptasi untuk memudahkan bernafas di kala berenang.
Punggung berwarna abu-abu kehijauan atau kecoklatan, terkadang dengan jalur warna kegelapan di kedua sisi sebelah menyebelah tulang punggung (vertebra). Kulit bertekstur seperti kulit jeruk, berbintil-bintil halus berkilap seperti mutiara, terutama di bagian perut. Sisi bawah paha dengan sepasang garis gelap berbentuk L, dagu dengan sepasang garis gelap. Mata menonjol, terletak di sisi atas kepala bagian tengah. Kaki dan tangan berselaput renang hingga ke ujung jari, dengan bintik-bintik hitam serupa renda
Kebiasaan
Kodok ini hidup sepenuhnya di air, dan menyukai air tergenang yang tidak terlalu dangkal. Jantan dan betina sering didapati mengambang di antara rerumputan di sawah-sawah yang berair agak tinggi; dengan sigap kodok ini segera menyambar serangga yang terjatuh di air.
Jantan bersuara siang maupun malam, terutama ketika hari teduh. Bunyinya: cik-keeet-cik.. cik..keeet-ciket-ciket... atau, keet.. ket-ket-ket-ket-ket. Sering pula bersahut-sahutan
Penyebaran
Kodok ini menyebar mulai dari India, Republik Rakyat Cina Selatan, Hainan, Indochina, Sumatra sampai ke Bali

d.      Microhylidae
         Famili ini anggotanya berukuran kecil, sekitar 8-100 mm. Kaki relatif panjang dibandingkan dengan tubuhnya. Terdapat gigi pada maxilla dan mandibulanya, tapi beberapa genus tidak mempunyai gigi. Karena anggota famili ini diurnal, maka pupilnya memanjang secara horizontal. Gelang bahunya firmisternal. Beberapa contoh spesies dari famili Microhylidae yang ada di Indonesia antara lain:


 - Kaloula baleata  ( Belentung )
Kodok belentung, Kaloula baleata, dari Gunung Betung, Bandar Lampung, Lampung

Klasifikasi Ilmiah
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Microhylidae
Genus                          : Kaloula
Spesies                        : Kaloula baleata
Identifikasi
Kodok yang bertubuh kecil sedang, bulat (Jw., buntek) licin dengan kaki-kaki yang pendek. Hewan jantan dewasa dengan panjang tubuh dari moncong ke anus (SVL, snout-to-vent length) sampai sekitar 60 mm, yang betina lebih besar sedikit hingga 65-66 mm. Kepala melebar, dengan moncong yang pendek. Timpanum (gendang telinga) tersembunyi di bawah kulit. Jari tangan panjang dan memipih datar di muka, serupa spatula, membentuk hurut T sempit. Ujung jari kaki menumpul. Selaput renang di kaki panjangnya hanya sekitar sepertiga jari, mencapai bintil subartikuler tengah di bawah jari kaki keempat.
Punggung (dorsal) berwarna coklat, coklat keemasan, coklat kehitaman atau keabu-abuan gelap; terkadang dengan pola-pola simetris. Di ketiak tungkai depan dan belakang terdapat noktah berwarna jingga, merah atau merah jambu menyolok, yang dalam posisi normal biasanya tidak nampak karena tertutupi oleh lipatan kulit. Sisi bawah tubuh (ventral) licin, coklat keunguan dengan bercak-bercak keputihan, atau sebaliknya, abu-abu keputihan bebercak gelap kehitaman. Kulit berbintil halus namun lunak, tidak kasar bila diraba, sedikit berkerut merut dan kendur. Terasa licin, kodok belentung mudah menggelincir apabila digenggam, dan meninggalkan sekret berupa mukus (lendir) yang lengket di tangan. Sering pula kodok ini menggembungkan badannya apabila merasa terganggu.
Kebiasaan
Seperti halnya bangkong kolong, kodok belentung hanya bisa melompat pendek-pendek. Akan tetapi hewan ini pandai memanjat pohon atau perdu. Untuk keperluan itu, jari-jari kaki depannya dan beberapa di kaki belakangnya dilengkapi dengan bantalan pelekat. Merayap dengan perlahan-lahan, kintel dapat mencapai lekukan dahan atau lubang kayu yang lembab hingga sekitar 2 m di atas tanah, di mana ia menyembunyikan diri. Pada siang hari kodok ini tidak aktif dan tidur di lubangnya di pohon, rekahan tanah atau di balik tumpukan serasah yang lembab.
Habitat alaminya termasuk hutan primer, hutan sekunder dan lahan bekas tebangan. Di Jawa, kodok belentung banyak ditemukan di sekitar kebun pekarangan, terutama dekat parit dan belumbang, sampai ketinggian sekitar 1.000 m. Meski demikian, kodok ini tidak menyebar merata, melainkan melimpah pada daerah tertentu dan tidak didapati pada daerah lainnya. Tidak jarang kodok ini bersembunyi di bawah atau di dalam pot bunga di halaman atau beranda rumah.
Pada hari-hari hujan, kodok belentung ramai berbunyi nyaring di sore hari, bahkan sebelum hari gelap, khususnya jika hujan deras turun di siang harinya. Bersuara merdu, beberapa kodok jantan biasanya mendengkung bersahut-sahutan sambil mengapung berdekatan di genangan air yang dangkal, kolam, atau saluran air yang tersumbat. Bunyinya: “them.. dung, them.. dung” (bunyi pertama terdengar seperti them, phem, atau bleen.. disahuti dengan thung, atau dung dari individu yang lain); agaknya dari sinilah kodok ini memperoleh namanya. Kodok-kodok ini menggembungkan perutnya sambil berenang terapung, lalu memompakan sebagian udara di perutnya itu ke kantung suara di lehernya untuk mendapatkan bunyi dengkung yang nyaring dan keras.

Penyebaran
Belentung menyebar luas mulai dari Thailand selatan, Kep. Andaman, Semenanjung Malaya, Sumatra, Borneo, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.


e.       Bombinatoridae
Bombinatoridae sering disebut katak berperut api karena sisi ventral yang berwarna terang, yang menunjukkan kalau ia sangat beracun bagi manusia. Famili ini memuat dua genera, Barboula dan Bombina, keduanya bertubuh gepeng. Katak anggota famili Bombinatoridae itu hidup di sungai deras dan dingin bersuhu14 – 22 0C

- Barbourula kalimantanensis  ( Katak kepala pipih Kalimantan )
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          :  Bombinatoridae
Genus                          :  Barbourula
Spesies                        : Barbourula kalimantanensi
Identifikasi
Katak yang berukuran sedang; jantan dengan panjang tubuh 68 mm dan betina 77 mm. Kepalanya memipih datar, dengan moncong yang lebar membundar.Tungkai depan dan belakang dengan selaput renang penuh hingga ke ujung-ujung jarinya yang sedikit membenjol. Jari-jari yang ketiga dan keempat di kaki sama panjang, sebagaimana pula jari-jari kedua dan ketiga di tangan. Sisi luar jari tangan dengan sibir kulit sempit. Demikian pula di sepanjang sisi tubuh dan tungkai belakang. Punggungnya dengan kulit yang berbingkul-bingkul atau berbintil runcing, kecoklatan atau kehitaman. Gendang telinga (timpanum) tidak nampak
Kebiasaan
Barbourula kalimantanensis hidup sepenuhnya akuatik, di wilayah sungai yang berair dangkal namun jernih, dingin (14–17 °C), deras dan berbatu-batu. Katak ini senang bersembunyi di balik bebatuan di dalam air
Penyebaran
Sejauh ini katak kepala-pipih Kalimantan diketahui menyebar terbatas (endemik) hanya di sekitar Nanga Pinoh, Kalimantan Barat
f.       Hylidae
         Hylidae biasa disebut dengan “treefrogs”. Meskipun sebagian besar adalah hylids pepohonan, dengan kemampuan melompat kuat, banyak juga yang tidak tinggal di pohon, tetapi di daerah terestrial atau semi-akuatik. Spesies dari Famili Hylidae yang terdapat di Indonesia adalah:
- Nyctimystes fluviatilis (Katak mata jaring)
        






Klasifikasi Ilmiah
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Chordata
Class                            : Amphibia
Ordo                            : Anura
Famili                          : Hylidae
Genus                          : Nyctimystes
Spesies                        : Nyctimystes fluviatilis
Identifikasi
Dewasa memiliki ukaran 11 mm. Besarnya tidak lebih dari kuku. Katak ini masuk di daftar atas 100 amfibi paling terancam yang disusun Zoological Society of London (ZSL) . Mata menghadap ke depan. Terdapat perekat bantalan pada jari tangan dan kaki.
Kebiasaan
            Sangat sensitif terhadap faktor-faktor seperti perubahan iklim dan polusi, yang memicu kepunahan, dan peringatan keras terhadap sesuatu yang akan terjadi. Selama periode kering, fossorial hylids lipid dapat membentuk kepompong di sekeliling mereka untuk mencegah pengeringan. Banyak menggunakan genangan air yang dikumpulkan di lubang-lubang pohon mereka. Mereka menghabiskan hidupnya pada kedalaman 4 meter di bawah tanah.
Penyebaran
            Hanya ditemukan di Papua, dan pegunungan Foja.

­
DAFTAR PUSTAKA